Terkadang ikhlas (kebaikan) itu perlu
dipaksakan agar menjadi kebiasaan hingga tersadar bahwa itu merupakan
kebutuhan.
Mendengar kata-kata terpaksa pikiran kita cenderung negativ, bukankah daging
babi yang haram pada kondisi tertentu karena ‘terpaksa’ bisa menjadi halal?
Tapi tentu analogi itu juga tidak bisa kita terapkan pada hal lain juga. Mari kita
membuka kamus dulu, kata pak·sa berarti
mengerjakan sesuatu yg diharuskan walaupun tidak mau dan kata ter·pak·sa
berarti berbuat di luar kemauan
sendiri karena terdesak oleh keadaan; mau tidak mau harus; tidak boleh tidak. Kembali
lagi pada awal kalimat di paragraf ini, niat baik itu harus diikuti dengan cara/jalan
yang baik pula. Ada orang yang beralasan tidak ingin melakukan sesuatu tentunya
dalam hal kebaikan karena tidak ikhlas, “aah gak usah daripada gak ikhlas”.
Atau sering berdalih ini itu menunda sebuah kebaikan dengan alasan tidak mau dipaksa
nanti jadinya tidak ikhlas. Iya, setuju bahwa ikhlas itu tidak bisa dipaksakan
harus tumbuh secara senyap disadari maupun tidak. Tapi jika kita menunggu hati
terbuka untuk ikhlas, sampai kapan? Bukankah Allah tidak akan merubah suatu
kaum sehingga kaum itu mau merubah dirinya sendiri, tentunya dengan usaha. Nah
kebaikan juga harus kita usahakan, setiap kebaikan yang kita usahakan juga
harus dengan keikhlasan kan? Berarti ikhlas juga harus diusahakan dengan
sepenuh hati, tidak bisa berdiam diri menunggu.
Nabi bersabda:
" إِنَّ اللهَ لاَ
يَقْبَلُ مِنَ العَمَلِ إِلاَّ
مَا كَانَ لَهُ خَالِصاً
وَ ابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ"
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas & dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah."
"Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menerima amal perbuatan, kecuali yang ikhlas & dimaksudkan (dengan amal perbuatan itu) mencari wajah Allah."
Ingatkah kita waktu kecil? Saat bermain
di luar rumah mengetahui Ayah akan pergi ke supermarket ingin rasanya ikut agar
bisa beli jajanan tapi aku tau tidak bisa langsung ikut begitu saja naik di
atas motor. Aku harus pulang terlebih dahulu mengambil jilbab. Saat itu aku
belum tau apa itu, untuk apa, yang aku tau kalau mau pergi-pergi jauh harus
memakai jilbab. Atau cerita saat kita berusaha menahan lapar dan haus saat
puasa hanya untuk mendapatkan baju baru di hari lebaran? Apa saat itu kita tau
perihal ikhlas? Yang kita tau itu sebuah paksaan yang ada konsekuensinya.
Pernah juga terlena bermain atau menonton televisi dan orang tua menyadari kita
belum sholat. Ayah pasti langsung mematikan televisi dan memarahiku untuk
segera sholat, tatapanku masih belum lepas dari televisi. Kemudian ibu akan
menambahi ceramah itu, akhirnya dengan berurai air mata aku mengambil air wudlu
dan sholat yang aku sendiri lupa rasanya hanya menggerakkan tubuhku secepat
kilat sambil masih tetap menangis. Ya itu kulakukan karena terpaksa dimarahi
orang tua, karena tidak ingin dimarahi lagi aku mulai terbiasa sholat lima
waktu, sadar diri jika belum sholat ada yang kurang meski juga entah bagaimana
kualitas sholatku sampai hari ini.
Pemahaman itu akan datang dengan
perlahan, kepingan-kepingan ilmu dan dari kebiasaan itu akhirnya aku tau apa
itu sholat, kenapa harus shalat, dan bagaimana jika tidak sholat. Semoga
akhirnya kita tau bahwa sholat adalah sebuah kebutuhan. Apa masih ditanya
ikhlas apa tidak? Aku pernah membaca sebuah artikel di blog bahwa ikhlas itu
seperti surat Al Ikhlas yang tidak ada satu pun kata ikhlas. Sampai pada saat
kita bisa berkata ”aku ikhlas” entah dilafalkan atau hanya di dalam hati
mungkin sebenarnya kita belum benar-benar ikhlas. Ikhlas itu berarti kita
melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh tanpa kita sadar apakah kita ikhlas
atau tidak. Di dalam hati pun kita tidak akan bertanya-tanya, ya dikerjakan
saja, di lakukan saja.
Kembali pada soal paksa-memaksa. Ya,
memaksa diri. Jika ikhlas itu tak pernah kita dapati dalam diri karena banyak
hal dan alasan, jika ikhlas yang harus diusahakan itu begitu sulit mengawali
langkah-langkah kebaikan. Maka, lupakan dulu tentang ikhlas! Jika itu di anggap
terlalu jahat dan merugikan orang lain. Aah…pasti kukatakan: “jika aku tidak
boleh memaksa orang lain, aku akan memaksa diriku sendiri untuk melakukan yang
lebih, lebih, dan lebih”. Aku percaya bahwa kita itu lebih dari yang kita
bayangkan, jadi jika ingin melakukan sesuatu tidak usah terlalu lama memikirkan
nanti bagaimana, ikhlas tidak ya, bisa tidak ya, mampu tidak ya, stop! Cukup
lakukan saja sebaik mungkin. Paksa dirimu dan lawan rasa malasmu untuk terus
berbuat baik. Memaksa diri terus menerus, dalam waktu yang relatif lama,
bukankah sama artinya kita sedang belajar membiasakan diri? Sesuatu yang
dilakukan karena kebiasaan, pada akhirnya nanti juga akan lebih ringan
dilakukan tanpa banyak pertimbangan memberatkan. Dan kalau sudah begini, ikhlas
itu ternyata hanya soal dimensi lain yang berada dalam hati kita.
“Biasakan yang baik jangan
membaikkan kebiasaan”